Perjalanan Keberadaan Organisasi Kemahasiswaan BEM Pengganti SMPT.
Lampung (MA)- Setelah puncak aksi reformasi pada bulan Mei 1998, paska lengsernya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh Presiden Habibie, angin segar perubahan reformasi diharapkan menjadi harapan dan spirit baru kehidupan aktivis kemahasiswaan dan organ kemahasiswaan intra kampus.
Dapat dikatakan bahwa hanya Universitas Islam Indonesia (UII) satu-satunya kampus di Yogyakarta bahkan mungkin di Indonesia yang masih bertahan dengan konsep Dewan Mahasiswa (Dema), yang dipopulerkan dengan istilah ‘_student government’_ paska dibekukan oleh Mendikbud saat itu, Daoed Joesoef, dengan konsep NKK-BKK. Paska aksi-aksi demontrasi mahasiswa seperti peristiwa Malari (Aksi Limabelas Januari) yang dimotori aktivis mahasiswa Hariman Siregar waktu itu, disusul kemudian aksi-aksi aktivis kampus seperti Dipo Alam, Rizal Ramli, Magdir Ismail dan lain-lain, maka orde baru melalui Departeman P dan K dibawah kepemimpinan Menteri Daoed Joesoef menganggap perlu untuk dibubarkannya “Dewan Mahasiswa (DEMA)” demi stabilitas politik kampus yang mudah dapat dikontrol oleh pemerintah.
Diberlakukannya SMPT (Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi) secara organisatoris telah memberikan ruang bagi pihak rektorat dan perangkatnya untuk mengontrol segala bentuk aktivitas organisasi kemahasiswaan intra kampus. Pada era tahun 1980-an sampai dengan tahun 1990-an banyak sekali aktivis-aktivis mahasiswa yang berurusan dengan aparat keamanan. Tak jarang pula harus mendekam dalam tahanan akibat sikap dan lantangnya suara kritis terhadap penguasa. Aksi-aksi kritis aktivis mahasiswa dalam menyuarakan kebebasan akademik pun .
Runtuhnya kekuasaan orde baru lalu digantikan orde reformasi merupakan momentum baru bagi perubahan kehidupan kampus khususnya lembaga/ organisasi kemahasiswaan. Pada medio 1998 sebagai pimpinan aktivis dan organisasi mahasiswa UII Yogyakarta, kami yang terdiri Ridwan Baswedan (Ketua DPM UII saat itu), Suhendra Ratu Prawiranegara (Ketua Komisi Organisasi merangkap Wakil Ketua DPM UII) Budi R (Sekjen), M. Amrullah (Wasekjen), Desmon Irawan, M. Afifi (Ketua Umum LEM UII) memiliki gagasan dan ide untuk menawarkan konsep organisasi kemahasiswaan yang selama ini tetap terus berlaku di kampus UII kepada pemerintah.
Selang waktu yang tidak begitu lama, pemikiran ini kami sampaikan kepada pimpinan kampus UII, pihak rektorat, melalui Pembantu Rektor I, Dr. Mahfud MD dan Wakil Ketua Yayasan Badan Wakaf UII, Prof. Djazman Alkindi (cucu KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah). Pimpinan kampus mendukung ide dan gagasan ini. Selanjutnya menyarankan untuk disampaikan kepada Presiden Habibie, melalui sekretarisnya Prof. Watik Pratiknya. Yang pada akhirnya kami pun mendapatkan jawaban dan respon positif dari Presiden Habibie, agar segera berkoordinasi dengan Mendikbud Juwono Sudarsono. Kami menyiapkan konsep organisasi kemahasiswaan yang menurut hemat kami tepat untuk diaplikasi pada era keterbukaan reformasi. Kami pun tidak kesulitan dalam menyusun konsep organisasi kemahasiswaan tersebut dikarenakan sudah puluhan tahun UII konsisten menggunakannya.
Setelah konsep tersebut kami anggap final dan matang, akhirnya atas seijin dari Allah SWT, kami diterima secara khusus oleh Mendikbud Juwono Sudarsono, didampingi oleh Dirjen Dikti dan Direktur Kemahasiswaan Depdikbud. Sebagai Jurubicara dalam pertemuan tersebut, saya diberi kesempatan oleh Mendikbud Juwono Sudarsono untuk menyampaikan maksud dan tujuan pertemuan dan selanjutnya dilanjutkan diskusi atas konsep organisasi kemahasiswaan yang kami tawarkan. Suasana diskusi sangat kondusif dan penuh kehangatan. Dipenghujung diskusi, Ridwan Baswedan menyampaikan pokok-pokok rekomendasi atas ide yang kami sampaikan.
Pada perjalanannya dalam era pemerintahan BJ. Habibie organisasi kemahasiswaan yang kami sampaikan diterima, disesuaikan dan diaplikasi dengan iklim kampus dalam era reformasi yang menghargai kebebasan akademis khususnya bagi aktivitas organisasi kemahasiswaan.(*/del).